Catatan Perjalanan : Derawan 10-15 April 2014. Backpacker mode koper dadakan

Saya, Noha, Faiz, Cempaka

Hutang Manta.

Perjalanan ini bermula saat saya ingin sekali kembali ke Derawan tahun ini. Niat saya mengompori teman-teman kantor supaya bisa ikut kesana rupanya tidak berujung pada berangkatnya kami kesana. Banyak yang hanya mau terima beres, tipikal rekan perjalanan yang nantinya merepotkan dan saya hindari. Sulit sekali menemukan rekan perjalanan yang mau "susah senang ditanggung bersama". Pancingan saya di media sosial pun tidak ditanggapi serius oleh teman-teman pejalan lain. Mungkin karena memang perlu biaya ekstra untuk kesana sehingga sulit mencari backpacker yang mau kesana. Lagipula, perjalanan kesana selalu tentang laut dan keindahan bahari di dalamnya, dan akan garing jadinya kalau malah dapat teman-teman yang orientasinya nyantai dan mantai (hahaha).


Saya jadi teringat perjalanan saya kesana pada bulan Juni tahun 2012 lalu. Saya yang kebetulan penasaran tentang cerita keindahan bahari kepulauan Derawan mendapat sambutan dari grup pejalan di media sosial yang kami buat selesai saat perjalanan backpacker kami ke Sawarna, supaya tetap menjalin komunikasi antar sesama backpacker aliran "murni" alias "spontan, dinamis dan share responsibility (bukan cuma share cost) - menurut saya ini tipe backpacker yang klop dengan saya". Buktinya banyak perjalananan-perjalanan yang sudah kami lewati bersama hingga dikira sebagai sebuah EO perjalanan (?) Mana ada EO perjalanan yang mengubah rencana perjalanan seenak jidat di tengah-tengah karena penasaran dari cerita porter, sopir, atau bahkan penjual kopi? Karena kami dinamis!!... Buktinya jalan-jalan para "weekenders" ke Bromo, beberapa pesertanya bisa diracun untuk lanjut ke Sempu (camping), lalu beberapa di antaranya juga keracun juga ikut lanjut lagi ke Semeru... pada perjalanan yang sama... ya!, 14 hari total perjalanan saat itu dari awalnya hanya 3 hari. Amazing kan? Perubahan rencana itu spontan beberapa hari sebelum keberangkatan lho.
Keindahan Kepulauan Derawan yang selalu membuat kangen

Sayangnya grup media sosial tersebut disisipi oleh EO jasa wisata sehingga menjadi ramai iklan dan membuat backpacker minggat satu-satu (atau perasaan saya saja?). Yang jelas groupnya menjadi "sepi" dalam artian sudah jarang yang open discussion dengan kata-kata "ayo kita kemana guys!, cuaca mulai bersahabat nih", tapi malah penuh dengan "dibuka trip xxx untuk xxx orang, limited seat harga Rp. xxx DP Rp. xxx tidak bisa cancel hanya ganti nama, dst dst dst". Oya, jangan lupa sama orang yang rajin sekali promosi blog pribadinya... cuma di Indonesia yang ada kaya begini, mungkin di blognya dipasang iklan sehingga cari duit dari pengunjung yang masuk?


Kembali lagi ke rencana saya dimana saya sudah "kebelet" ke Derawan lagi tahun ini. Teman-teman kuliah saya dahulu juga punya rencana juga kesana bulan Juni nanti, namun bentrok dengan jadwal kerja saya yang shifting/piket setiap 2 minggu sekali. Mau reschedule juga sulit karena saya harus memilih antara lebaran di rumah atau Derawan dengan teman-teman, maka saya memilih keluarga saya (sorry guys, bukannya menolak kompak). Target saya ke Derawan adalah pada bulan April atau Mei tahun ini, agar bisa bertemu Manta, jadi mulai Januari awal tahun ini, saya mulai mencari-cari rekan perjalanan kesana. Jadi akhirnya saya kembali ke forumnya backpacker yang terkenal di Indonesia.


Scrolling-scrolling mencari agenda jalan kesana namun banyak yang berupa trip dari EO wisata dan penyedia penginapan. Ada yang cuma tanya-tanya namun tidak berujung pada tanggal. Sempat putus asa dan diputuskan nge-draft thread baru ajakan kesana di forum itu, tiba-tiba saya lihat ada thread baru dari seorang cewek manis (hehe, dari foto profilnya) yang tanggalnya pas sekali dengan tanggal shift libur saya dan dia mengajak shared cost. Saya bookmark dan memantau ini akun beneran, atau EO wisata menyamar. Threadnya malah sepi dan cenderung tenggelam, sehingga saya coba sundul dengan komentar mengenai pengalaman saya shared cost dulu. Karena tidak ada respon di forum oleh si TS nya, daripada hilang kesempatan dapat teman perjalanan, saya memberanikan diri mengontak dia dengan whatsapp (supaya kelihatan foto aslinya). Dan akhirnya dia merespon. Yesss!


Dia sudah ada teman yang juga tertarik kesana namun yang saya tangkap dari pembicaraan hari itu adalah, dia belum punya rencana dan belum pernah kesana. Ibarat gayung bersambut, ini dia yang saya cari. Lalu kami berdua mulai menyusun itinerari kesana dari googling-googling spot menarik di Derawan dan pengalaman saya kesana dulu. Hampir tiap hari itinerari berubah karena masukan spot yang ingin dikunjungi, termasuk danau Labuan Cermin yang ternyata jaraknya masih jauh dari Berau (6 jam perjalanan darat sekali jalan brow!! Tepos dah ntar ini bemper belakang), akhirnya Labuan Cermin di-skip. Setelah itin agak fix saya menyarankan mencari peserta satu lagi agar bisa mendapat formasi 4 orang, pas dengan kapasitas speedboat yang akan kami gunakan. Selain itu saya minta agar temannya juga ikut di conversation whatsapp sekalian kenalan.
Noha

Ternyata, "teman" nya adalah saudara sepupunya. Sepupunya akan mengajak pacarnya kesana (saya kira pacarnya, jadi dia single? Oooh :p). Mulai saat ini kita panggil dia Noha dan saudara sepupunya si Faiz, punya pacar si Cempaka. Si Faiz sudah browsing kemana-mana mengenai Derawan sejak 2013, kelihatan dari komentar-komentarnya di blog lainnya tentang Derawan, namun dia lebih condong tertarik ke Maratua. Itin yang sudah ada dirombak lagi dan akhirnya dari rencana awalnya yang backpacker paket hemat, menjadi backpacker full resort. Kalau di program TV dulu berubah dari gaya ransel ke gaya koper. Saya pikir, "kenapa tidak?", gaya ransel sudah saya lakukan 2012 lalu, tidak ada salahnya mencoba kemewahan Resort? Kalau ada kapal pesiar atau live-on-board juga dijabanin deh. Beberapa isi itin kami termasuk resort Derawan Dive, resort Maratua Paradise, Hidden Lagoon di Kakaban, Goa Haji Mangku, dan Danau Haji Buang (danau ubur-ubur tanpa sengat di Maratua), Manta Parade/Manta Run, Turtle Traffic, Fish Tunnel sisanya standar Derawan. Rencananya 10-15 April 2014, artinya durasinya 6 hari... wow. Pas dah tuh setelah sehari sebelumnya nyoblos pemilu legislatif. Lumayanlah, tidak melalaikan kewajiban sebagai warga negara yang baik.
Faiz dan Cempaka
Namun apa daya, di musim low season begini resort-resort malah full booked oleh tamu mancanegara. Cerdas! Harga tiket pesawat sedang low fare, banyak bule nih nanti disana. Kami mulai membagi tugas mencari penginapan lainnya. Tapi hampir semua penuh.. atau pura-pura penuh (contohnya si M***t D*****n L*****i yang saya pakai tahun 2012 juga bilang penuh, tapi pada saat saya kesana, penginapannya satu kosong satu tutup). Mungkin karena takut dikerjai, mereka memilih untuk tamu yang "go show" namun mana ada pejalan yang datang ke pulau terpencil dan tidak pasti menginap dimana, dengan jumlah penginapan terbatas??. Akhirnya satu persatu itin kami mulai jelas dan dapat booked penginapan dan resort. Termasuk di Maratua Paradise karena kami harus antri dengan tamu mancanegara, sehingga satu hari kami menginap di penginapan penduduk yang katanya direkomendasikan teman si Faiz. Tinggal 1 hari terakhir yang belum fix tapi bisa diakali dengan Maratua Paradise atau penginapan itu lagi. Kapal booked juga, dan akhirnya kami siap berangkat.


Dengan modal Garudamiles, saya tukarkan poin mileage saya menjadi tiket Balikpapan-Berau pp. Teman-teman lain juga menggunakan Garuda untuk semua perjalanan udara, jadi kami selalu satu pesawat. Pukul 10:00 kami rencananya bertemu di terminal 2F di Bandara Soekarno Hatta. Dengan pertimbangan kami tidak menetap di satu penginapan terus-menerus, maka kami memutuskan membawa peralatan snorkeling kami sendiri. Di antara kami berempat, saya, Noha, dan Faiz sudah familiar dengan laut dan alat-alat snorkeling. Bahkan Noha dan Faiz yang berasal dari keluarga diver (cerita Noha, ayahnya adalah seorang dive instructor dan seorang penghobi mancing laut,... wow!), mereka sudah punya lisensi scuba open water pastinya logbook yang sudah banyak terisi. Hanya Cempaka yang belum familiar, sehingga kami mewajibkan dia menggunakan pelampung.


Hari Pertama, 10 April 2014. Hutang Baru.

Hari itu, tepat sehari setelah Pemilu Legislatif, kami akhirnya bertemu pertama kali di dunia nyata setelah berdebat sengit 2 minggu lamanya di dunia maya soal itin. Saya langsung mengenali si Noha saat itu, karena kontak pertama kali adalah dengannya, hampir seminggu lamanya sebelum dikenalkan ke si Faiz. Setelah berkenalan juga dengan si Cempaka, kami memeriksa checklist peralatan dan apa yang bisa kami bawa dari Jakarta, terutama uang cash, karena di pulau2 nantinya tidak ada ATM dan penginapan yang punya mesin EDC, hanya di resort Maratua Paradise (dengan fee tambahan 10%) itu pun tergantung sinyal. Hitung-hitung budget kasar, disepakati tiap orang membawa cash Rp. 4 juta meski hitung2an hanya 3.2 an. In case ada oleh2 yang mau dibeli dan hal-hal yang tidak diinginkan. Uang cash tersebut harus dalam pecahan bermacam2 agar memudahkan pembayaran, kalau bisa pecahan kecil (kombinasi pecahan 5rb, 10rb, 20rb, dan 50rb).
Selamat datang di Tanjung Batu
Karena maskapai yang dipakai selalu Garuda, maka kami memilih check in connecting flight/transfer. Hal ini memudahkan kami daripada antri bagasi dan check in lagi di Bandara Sepinggan. Kami berangkat pukul 13:00 WIB dan tiba di Balikpapan pukul 16:00 WITA. Transfer Balikpapan dan melanjutkan ke Berau, tiba pukul 17:30 WITA. Bandara Kalimarau ini berbeda dengan bandara yang dulu saya datangi. Saya ingat tahun 2012 lalu masih menggunakan bandara lama yang luasnya tidak lebih besar dari gedung SMA saya dulu. Kali ini bandara terlihat gagah dan modern, dengan simbol patung burung-burung walet di bagian kanan dan penyu-penyu di bagian kiri dari gerbang pintu masuk bandara ini. Namun kondisi bandara yang katanya internasional ini, sepi.


Karena kami tiba petang hari, kami sudah mengantisipasi untuk menginap sehari di Tanjung Batu. Penginapan Mega Buana menjadi penginapan pertama kami. Pemilik penginapan (namanya Pak Amin) juga dengan baik hati mengatur transportasi kami dari Bandara Kalimarau ke Tanjung Batu dan nanti saat kembali ke Bandara Kalimarau. Mobil avanza hitam yang disopiri pengemudi travel akap handal bernama Mas Bejo sudah menunggu kami di Tanjung Redeb, 30 menit dari Kalimarau. Tepat pukul 18:00 kami berangkat. Berbeda dengan perjalanan saya tahun 2012 yang siang hari, kali ini malam hari melewati gelap gulita jalan poros Tg.Redeb - Tg.Batu dengan kecepatan rata-rata 60km/jam. 3 jam kami lewati malam itu dengan menegangkan (jalannya gelap men! berkelok-kelok, dan banyak lubang) akhirnya kami sampai di Penginapan Mega Buana pukul 21:00 WITA. Kamar ber-AC dengan kamar mandi di luar kamar. Kami memesan dua kamar masing-masing untuk Noha dan Cempaka, lalu saya dan Faiz. Setelah menyimpan barang-barang, kami makan malam di Cafe The Pantai. Menu yang ditawarkan adalah seafood dengan harga terjangkau, sekitar 30rb untuk setiap menu. Saya memesan cumi bakar namun kecewa karena cumi bukan hewan laut yang banyak terdapat disini. Sementara teman-teman saya mendapat seporsi ikan bakar besar, saya dapat 4 tusuk cumi bakar kecil. Karena dasarnya sharing, kami makan semua menu secara bersama-sama. Setelah makan malam, Pak Amin mengajak saya memancing malam itu di dermaga, namun saya menolaknya karena memilih beristirahat. Jujur saya menyesal menolaknya kalau tahu perairan di sekitar dermaganya dalam dan banyak ikan-ikan besar (hutang lagi... cape deh).


Hari Kedua, 11 April 2014. Halo Lagi Para Sesepuh Penyu.

Hasil tangkapan di dermaga
Pagi itu di penginapan Mega Buana kami semua bangun kesiangan. Tidak ada yang mengejar sunrise karena pagi itu cuaca mendung. Kami leyeh-leyeh di depan penginapan sambil menikmati hidangan sarapan berupa roti goreng isi kelapa dan teh manis hangat. Perahu boat yang sudah dipesan jauh-jauh hari, dikemudikan oleh Pak Feri, akan menunggu kami pukul 09:00 di dermaga, jadi masih banyak waktu. Saya memutuskan tidak mandi pagi hari itu, karena siangnya akan snorkeling. Keputusan saya tepat, karena pukul 08:30 saja matahari sudah terik. Jembatan dermaga yang cukup panjang tanpa pohon peneduh membuat kami semua bermandi keringat kelelahan karena membawa barang bawaan serta terik menyengat. Kami berjalan hingga ujung dermaga, dimana airnya dalam dan banyak orang memancing. Melihat hasil tangkapannya, saya jadi menyesal tidak ikut memancing malam itu. Di pagi hari, ikan putih (island trevally) dan ikan kuwe rambut (lookdown trevally) bisa didapat disini, gimana kalo malam ya? Ukurannya pun sama dengan porsi yang kami makan tadi malam, jangan-jangan tidak perlu jauh melaut untuk mencari lauk yang layak untuk usaha ikan bakar..


Skip.. Pak Feri akhirnya telpon kalau kita salah dermaga, posisi kapalnya tambat di dermaga yang lebih cocok untuk speedboat kecil, terletak di dekat kantor pelabuhan yang kami lewati tadi pagi. Ya sudah, angkat lagi barang-barang dan kami berjalan balik lagi. Setelah menuruni tangga, dermaga yang lebih cocok disebut ponton apung ini terdiri dari puzzle-puzzle plastik yang naik turun sesuai ketinggian air laut (namanya juga ponton). Pak Feri yang hitam manis ini, adalah suku Bajau, jadi ya memang anak laut. Di kapalnya terdapat logo Berau Seaman Association atau Asosiasi Pelaut Berau, macam pro bener dah ini skipper. Tanpa banyak ba bi bu, langsung semua barang naik dulu ke kapal, dirapikan biar tempat duduk leluasa. Kami menyewa kapal Pak Feri selain mengantar kami dari Tanjung Batu ke Derawan, juga untuk hopping island besoknya dengan rute Sangalaki-Kakaban dan berakhir di Maratua. Dengan sedikit nego, akhirnya Pak Feri memberi bonus sekalian diantar ke gusung pasir Derawan dan Coral Garden sore nanti. Padahal hari ini kami sama sekali tidak ada rencana mau ngapain seharian di Derawan.
Berfoto bersama sebelum meningalkan Tanjung Batu

Speedboat berangkat, tidak terlalu berisik untuk ukuran speedboat. Sekitar 45 menit, akhirnya kami sampai ke penginapan kami yang kedua, Penginapan Dira & Reza Derawan. Penginapan ini sistemnya bungalow yaitu satu bungalow full furnished di atas laut untuk 2 orang.. akhirnya menikmati penginapan atas air pertama saya di Derawan. Kami memesan dua bungalow, dengan formasi sama, Cempaka dengan Noha, lalu saya dengan Faiz. Saat itu hari Jumat dan kami sampai pukul 11:00. Sempat berdebat apakah shalat jumat dulu atau langsung nyebur? Melihat jernihnya air disana saya memutuskan kita shalat zuhur saja (hehe jangan ditiru ya). Tepat di bawah pelantar bungalow kami, terdapat taman laut buatan berukuran sekitar 2m x 2m. Di pelantarnya terdapat jaring membentuk sangkar yang saya tebak sebagai tempat berlindung ikan kecil karena ada lubang di dasarnya. Disitu terdapat 3 anemon (2 anemon rumbai, 1 anemon brokoli) beberapa kima (giant oyster), dan terdapat ikan clownfish berwarna hitam, orange strip putih, serta macan. Juga terlihat ikan pufferfish, ikan scorpion fish, ikan todak (needle fish), ikan rinyau, ikan angelfish, ikan sergeant mayor (stripped damselfish), lion fish, juga belut karang (moray eel). Jangan lupa, di pelantar ini setiap sore diapungkan selembar daun pisang untuk makanan penyu raksasa. Sayang kamera underwater saya (Intova IC-12) tewas disana karena memang sebelumnya sudah rusak sih.


Setelah snorkeling, kami memutuskan untuk makan siang di RM April. Kami makan siang dengan rombongan penyelam Jakarta yang rata-rata etnis Tionghua. Menu ikan bakarnya saya bilang tega karena ukurannya lebih cocok seporsi berdua, apalagi bawal bakarnya Noha. Saya mendapat kakap merah yang langsung saya caplok matanya selagi hangat (nyammm). Turis bule dan rombongan tadi langsung histeris dan menatap saya dengan penuh kegelian, seakan memakan mata ikan adalah hal yang menjijikan (aneh emang orang-orang ini). Namun setelah mereka mencoba sendiri, beberapa dari mereka berubah pendapat hehehe. Es jeruk segar sangat pas menutup menu makan siang yang bertema laut ini. Dasar tipikal divers, orangnya memang asyik dan supel. Kami dengan cepat akrab dengan mereka, dan ternyata mereka-lah yang membuat kami antri untuk menggunakan fasilitas Resort Maratua Paradise.

Penyu Derawan
Setelah makan siang saya mengajak teman-teman ke Pos Angkatan Laut Derawan, namun mereka lebih memilih memutar ke Derawan Dive Resort yang ternyata sepi. Disini ikan-ikannya lebih banyak, besar, dan bermacam-macam, seperti angelfish, ikan ketarap, ikan kakatua, wrasse, dll. Tepat pukul 14:00 kami kembali ke bungalow untuk minum kopi/teh. Karena kamera saya tewas, Faiz meminjamkan kamera tangguhnya Pentax Optio WG-2 untuk saya pakai. Dia memakai Go Pro Hero 3, red filter, dan tongsis yang dibeli dari kaskus. Noha masih berkutat dengan Nikon Coolpix AW-100. Kami menunggu Pak Feri, dan meskipun bonus, Pak Feri tepat waktu mengantar kami. Kami berangkat ke coral garden. Waktunya kurang pas karena saat itu air sudah pasang naik sehingga ombak cukup tinggi dan arus mengaduk-aduk... tidak nyaman, sehingga kami memutuskan langsung saja ke Gusung pasir. Disana pun tidak terlalu lama karena air sudah pasang naik kan? Pulau pasir yang tadinya pulau besar, kini hanya cukup buat kami berempat. Sambil berjemur dan mulai menyadari pulau ini makin lama tenggelam, kami memutuskan kembali ke bungalow karena info Pak Feri pagi tadi, penyu raksasa akan mencari makan di sekitar pulau saat air pasang. Benar saja, sesaat kami datang, mulai terlihat penyu satu persatu. Belum berukuran raksasa, ukuran standar, jadi biar si Mbah penyunya datang, Cempaka meminta daun pisang untuk umpan penyu ke anak-anak pulau dengan imbalan Rp. 10,000 (dasar guru TK, cepat sekali akrab dengan anak-anak). Bukannya diikat dengan tali, daun pisang itu malah dibawa Cempaka sambil berenang. Penyu-penyu malah berenang menjauh. Begitu daun pisang dilepas dan hanyut, baru daun itu dikeroyok penyu (mubazir kan jadinya?). Tidak perlu dikejar, penyu raksasa itu akhirnya datang juga mendekat pelantaran. Ternyata makanan alaminya yaitu rumput pantai banyak terdapat di sekitar bungalow. Karena ukurannya yang besar, gerakannya sangat lamban. Akhirnya kami mulai berfoto dengan penyu tersebut yang cuek dengan kehadiran kami.

Setelah puas snorkeling dengan penyu, kami memulai hobi masing-masing. Saya menyiapkan kamera saya lengkap dengan tripod, filter CPL, filter ND8, serta lensa wide standar 17-50mm f2.8 dan tele kit 55-250mm f3.5-5.6. Sasaran saya adalah blue hour dengan PoI berupa resort dan pantai serta BG lautan luas, teknik slow speed. Faiz menyiapkan DJI Phantom 2, quadcopternya yang dipasangi Go Pro nya untuk mengambil foto/video udara atau birdview. Yang ini membuat anak-anak sekitar heboh melihat quadcopter yang dikiranya sebagai mainan remote control. Para Ladies? terakhir katanya mereka akan mandi dan setelah itu entahlah. Tidak mungkin menonton tv karena tidak ada tv di bungalow. Sementara saya sedang asyik di dermaga sebelah, berkutat dengan kamera. Lucu juga merekam tingkah laku anak-anak yang tampak heboh melihat quadcopter menyala-nyala seakan melihat UFO.

Cuplikan aerial dari video "Heaven on Earth"

Malamnya kami makan malam di RM April lagi dan kali ini kami belajar dari kesalahan siang hari. Kami memesan 2 ikan saja untuk berempat, namun apa yang terjadi?? Seekor ikannya ukurannya tiga kali lebih besar dari yang tadi siang..!! (yeaaaah hahaha). Ya sudah, dengan agak lunglai kekenyangan kami memesan nasi kotak untuk bekal besok. Malam harinya lampu bungalow sengaja dimatikan dan dalam suasana romantis bertabur bintang di atas dermaga kayu, dimulailah sesi curhat... tentang kucing peliharaan... tentang pekerjaan... tentang bullying orang2 dan keluarga terhadap jomblowan dan jomblowati di dermaga ini... tentang ngidam Fanta-nya Faiz yang ternyata sudah kadaluarsa... ya tentang apapun. Malam itu juga kami sepakat untuk tetap memakai jasa Pak Feri lagi untuk mengantar kami hopping island di hari ke-lima dan sekaligus mengantar kami kembali ke Tanjung Batu dari Maratua (rencana awalnya sih akan mencari boatman lokal di Maratua). Kami merasa sudah cocok dengan Pak Feri, terutama pelayanannya yang ramah. Kami berpamitan untuk tidur, lalu kembali ke bungalow masing-masing untuk tidur (padahal kamarnya sebelahan). Akhirnya beakhirlah perjalanan kami menjelajahi Pulau Derawan hari itu.


Hari Ketiga, 12 April 2014. Hutang Manta Terbayar.

Pagi itu saya terbangun akibat bunyi desis angin di luar. Rupanya sedang hujan deras dan berangin alias badai. Sekitar pukul 07:00 pagi hujan mulai reda namun di lautan arah Sangalaki, Kakaban dan sekitarnya masih tertutup awan gelap. Sambil ditemani gemericik gerimis, kami menikmati sarapan berupa roti goreng isi kelapa (lagi?) dan kue bolu (saya tidak suka cake). Pukul 08:00 cuaca tidak kunjung membaik malah mulai hujan. Kami memutuskan tetap packing barang-barang karena hopping island kali ini sekaligus pindah penginapan ke pulau Maratua. Pukul 09:00 hujan berhenti namun laut masih belum cerah. Pak Feri sudah datang dan meyakinkan kami kalau cuaca akan membaik. Akhirnya Faiz mengambil nasi kotak di RM April, Noha membayar penginapan, sedangkan saya dan Cempaka mengangkut barang-barang ke kapal sambil melihat apakah ada yang tertinggal.


Akhirnya semua sudah siap, kami pun berangkat. Laut yang kami tuju masih berselimut awan hitam. Pak Feri bersikeras kalau cuaca akan cerah dan kalau tidak berangkat cepat-cepat, air pasang akan terlewat padahal pada saat itulah arus sedang kencang dan kaya akan plankton, sehingga besar kemungkinan bertemu manta. Kelihatannya benar air memang sedang pasang, namun belum seluruhnya sehingga taruhan Pak Feri mengambil jalan pintas membuat kapal hampir kandas di terumbu dangkal. Untung kapal masih bisa dimundurkan lalu dengan hati-hati dan kecepatan lambat kami memutar melewati terumbu dangkal yang agak dalam dan bisa dilewati (bingung kan?). Terumbu karang dan koral terlihat subur di bawah. Akhirnya setelah cukup lama, kami akhirnya bertemu kembali perairan dalam dan kapal kembali bisa dikebut.


Begitu sampai perairan Sangalaki, dengan mata tajamnya Pak Feri mengatakan sudah sampai. Saya tanya "disini Pak?" Lalu diiyakan oleh Pak Feri. Goyangan ombak dan sampah-sampah daun dan kayu mengapung cepat memperlihatkan betapa deras arus di bawah kapal. Pak Feri bilang "ayo turun" namun kami seakan tidak percaya jika benar ini tempatnya sampai Pak Feri menunjuk satu bayangan hitam di permukaan bergerak perlahan melawan arus. Spontan semua berdiri di atas kapal dan itu dia, itu Manta! dan jumlahnya banyak. Satu per satu mereka melewati kapal (kapal tidak dijangkarkan). Dengan semangat satu persatu dari kami turun. Pak Feri mengingatkan jangan berenang melawan arus atau mengikuti manta, mengapung saja ikuti arus. Tapi kami yang sudah kegirangan melihat manta sebanyak ini langsung mengejarnya satu persatu. Awalnya saya sama juga, mengejar-ngejar manta sampai saya kelelahan dan akhirnya memutuskan mengapung saja mengikuti arus. Namun justru inilah jalan terbaik. Dengan tidak bergerak, manta menjadi tidak takut dengan keberadaan kami, sehingga mereka berani berenang dekat dengan posisi kita. Sangat dekat hingga saya ditampar oleh manta yang kaget dengan kehadiran saya.
Seekor pari Manta ray
Selain manta, banyak hewan laut lainnya yang menikmati panen plankton di laut saat itu. Ikan-ikan pelagis seperti anak tongkol (bonito) membanjiri laut saat itu. Demikian pula dengan ikan teri dan sardin yang banyak juga saat itu. Kedua ikan ini biasanya menjadi umpan memancing ikan predator lainnya seperti trevally, tenggiri (mackarel), tuna, lumba-lumba atau bahkan hiu. Saya mulai melihat ke bawah, jangan-jangan juga ada hiu disini, tapi tidak ada, hanya penyu. Pak Feri bahkan pernah mengalami yang lebih hebat lagi, yaitu ikan hiu paus atau gurano babintang pernah terlihat disini saat dia mengantarkan tamunya melihat manta, bonusnya ngga kira-kira itu mah.


Setelah itu kami merapat ke Pulau Sangalaki untuk memakan bekal nasi kotak yang kami bawa. Sebelum makan siang, kami menjelajahi pulau. Pos pemantauan penyu yang dulu bekerjasama dengan WWF kini hanya dihuni jagawana dari Departemen Kehutanan dan BKSDA. Seperti dahulu kala, disini terdapat penyu-penyu yang baru menetas (tukik) yang akan dilepas pada malam hari untuk menghindari predator burung elang laut yang banyak terdapat disini. Biawak (monitor lizard) juga merupakan predator tukik. Tidak seperti di Pulau Seribu, tukik tidak dibesarkan terlebih dahulu baru dilepas melainkan langsung dilepas saat masih baru menetas. Kata petugasnya, jika terlalu lama di darat, dia akan kehilangan kemampuan navigasinya serta kadang bermasalah pada cangkang, sehingga penyu menjadi tidak kuat menyelam. Selain tukik, disini banyak burung. Yang paling jelas adalah burung tekukur, blekok dan elang laut yang terdengar suaranya menggema di seluruh pulau. Jika jeli, juga terdapat burung kingfisher. Di depan pos pemantau arah pantai, terdapat rumah pohon dan alat kebugaran apa adanya. Sangat nyaman berada disana.


Setelah berkeliling kami memakan nasi kotak. Pak Feri lebih memilih makan bersama temannya. Sampah kami bawa kembali ke kapal untuk dibuang ke tempat sampah perkampungan Maratua. Selanjutnya kami akan mengunjungi danau atol purba tempat berdiam koloni ubur-ubur tanpa sengat. Perjumpaan dengan puluhan Pari Manta di Sangalaki sangat istimewa dan tidak pernah terlupakan.


Tidak sampai sejam, kami sudah tiba di dermaga Pulau Kakaban. Dermaga saat itu sepi, hanya satu kapal kecil tertambat. Dermaga dari kayu ini tidak memiliki pagar di kanan-kirinya, namun cukup lebar sehingga kecil kemungkinan terjatuh. Di bawah dermaga, air yang dangkal membuat karang terlihat berserta ikan-ikan penghuninya. Takjub sekali melihat sekeliling laut ini dipenuhi karang hingga hampir ke tepian pantai. Ikan-ikannya pun sangat beragam dan berwarna-warni. Kami berembuk dan sepakat akan menjajal dinding koral Kakaban yang terkenal itu setelah danau ubur-ubur tanpa sengat. Di ujung dermaga terdapat gapura yang bertuliskan selamat datang di Pulau Kakaban. Ketika kami mencapai gapura tersebut, rombongan yang memakai kapal tertambat tadi itu terlihat menuruni tangga, menyapa sambil melewati kami, lalu menuju ke kapalnya. Berarti sekarang kami adalah rombongan satu-satunya di pulau ini. Melewati gerbang masuk kami naik dan mencapai loket masuk ke Danau Kakaban. Harga tiket masuknya adalah Rp. 20,000 per orang. Tiket ini dikelola olah Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Pemerintah Adat setempat. Selesai membayar tiket, kami menuju undakan tangga dan meniti jalan pelantaran kayu sepanjang 500 meter hingga kami menemukan turunan tangga menuju danau. Di turunan ini ada pondok berteduh beserta ruang ganti baju (pantas saja ada retribusi masuknya). Namun perlu diingat, tidak ada toilet disini karena danau itu harus steril dari kontaminasi manusia. Saya rasa percuma juga ada ruang ganti baju disini toh kami memakai rushguard/wetsuit dan pastinya akan melanjutkan nyebur lagi di lain tempat.

Danau Kakaban
Yang pertama kegirangan dan berlari menuju dermaga adalah Faiz dengan tongsis + Go Pro nya diikuti Cempaka. Saya dan Noha masih narsis-narsisan di atas tangga lalu menyusul belakangan. Belum lama di dermaga danau ini, badan kami langsung dikerubungi lalat, bukan lalat biasa, namun lalat yang menggigit dan menghisap darah selayaknya nyamuk. Lalat ini biasanya menyerang kerbau, kuda, atau mamalia besar lainnya, dan kami adalah spesies mamalia satu-satunya disini. Daripada gatal-gatal digigit lalat itu, kami menceburkan diri ke danau (mudah-mudahan tidak ada ikan penghisap darah juga disini). Berhasil. Lalat tersebut tidak lagi menggigiti kami, namun berterbangan di atas danau menunggu bagian tubuh kami muncul dari air. Di danau ini kami langsung melihat beberapa ubur-ubur tanpa sengat yang terkenal itu. Tidak sebanyak perkiraan saya sebelumnya, namun cukup untuk membuat teman-teman saya yang baru pertama kali kesini sangat bersemangat. Awalnya masih takut-takut untuk menyentuh, namun akhirnya berani juga. Bentuknya yang kenyal seperti agar-agar ini dinamai Noha istilahnya "nyoi-nyoi", ubur-ubur itu dibolak-balik Noha seakan tidak percaya bisa menyentuh hewan yang biasanya akan menyengat kalau terpegang. Faiz masih sibuk dengan Go Pro + Tongsisnya, Cempaka masih berkutat dengan live-vest yang selalu dibawanya kemana-mana, sedangkan saya dan kamera underwater pinjaman Faiz mencoba mengambil foto ubur-ubur ini dengan detail yang maksimal. Apa daya, terlalu banyak partikel pasir halus sehingga sulit membuat foto yang bersih. Saya mencoba menemukan spesies ubur-ubur lainnya yang ada di dasar dengan menyelam. Saya menemukannya, ubur-ubur seperti mangkok putih yang melambai-lambai di dasar danau yang berpasir, namun tidak bergerak bebas. Ubur-ubur itu terikat ke dasar danau, bentuknya lebih seperti jamur dengan cendawan terbalik.


Di bawah dermaga danau pun tidak kalah menakjubkan. Koral-koral berwarna-warni seperti pelangi menempel di tiang-tiang danau. Ikan flutefish bersliweran sangat banyak disini, termasuk frog-fish. Sangat berbeda dengan ekosistem di laut. Setelah selesai berenang di danau ubur-ubur, kami berjalan menuuju loket masuk tadi diikuti lalat-lalat penghisap darah yang tidak bosan-bosannya menggigiti kami. Sampai di dermaga pinggir laut pun masih saja diikuti, sehingga tanpa banyak ba bi bu, kami langsung memakai perlengkapan snorkeling kami kembali.

Menyelam bebas
Perlahan tapi pasti kami berenang beriringan, namun pada akhirnya terpisah menjadi dua bagian, Faiz dengan Cempaka yang berenang duluan, sedangkan saya dan Noha yang berenang lebih lambat, karena secara bergantian menyelam untuk mengambil foto-foto koral menakjubkan dari dekat. Kesan pertama mengunjungi dinding koral ini... LUAR BIASA. Sangat indah bahkan terkesan absurd. Penyu dengan santainya hilir mudik diantara koral yang menempel di dinding vertikal atol Kakaban ini. Koral dan karang yang kaya serta keragaman ikannya yang sulit ditandingi olah memori saya menikmati keindahan laut selama ini. Tempat ini bahkan lebih menakjubkan dibanding taman soft coral di Sangalaki yang saya kunjungi dulu. Sepanjang dinding ini, kami berenang dan tidak bisa berhenti mendecak kagum. Kami terus berenang hingga saya sadari kaki saya mulai terasa keram, mungkin akibat berenang melawan arus di Manta Point tadi. Saya meminta izin berpisah dari rombongan dan berenang menuju dermaga kembali sendirian. Dengan tenang dan perlahan, saya berhasil mengalahkan rasa kram di kaki dan sampai di Dermaga. Setelah melepas fin dan booties, saya meluruskan kaki dan memijat bagian kaki yang keram. Di dermaga ada kapal lain yang bersandar, sepertinya turis lokal keturunan tionghua yang juga duduk-duduk di dermaga. Lalu kami mengobrol, terutama tentang fin yang saya pakai, Cressi Prolight yang terbuat dari neoprene, ketimbang fin mereka yang berbentuk sangat sederhana dan sepertinya dari bahan karet berwarna-warni. Mereka tertarik untuk memiliki fin yang terbuat dari Neoprene karena fin karet mereka terlalu lunak saat dipakai berenang. Sedang asyik mengobrol, lalat-lalat pulau kembali menyerang, sehingga saya memutuskan untuk kembali masuk ke air. Faiz, Noha, dan Cempaka terlihat di sisi dinding sebelah kiri. Namun saya tidak ingin jauh-jauh, saya ingin bertemu dengan siput laut/slug/nudibranch yang dulu terlihat di dekat dermaga ini, apalagi kamera Faiz bisa untuk mengambil foto makro dalam air. Saya menyelam sekeliling dermaga, tidak ada nudibranch satupun, malah ketemu batfish besar-besar yang bergerombol berteduh di bawah dermaga. Saya dekati rombogan batfish itu, namun mereka malah berenang menjauh. Pak Feri memanggil kalau sebaiknya kami menyudahi aktivitas kami disana, yaitu bercengkrama dengan ubur-ubur tanpa sengat Danau Atol Kakaban dan menjelajahi dinding bawah laut pulau yang eksotis ini karena sudah mulai petang.


Selesai di Kakaban, kami diantar ke Penginapan Nuraini, yaitu penginapan sementara kami sebelum bisa menggunakan Maratua Paradise Resort yang full occupied. Pak Jahim, pemilik penginapan sudah menunggu kami. Penginapannya lumayan, kamar AC, ranjang spring bed, namun kamar mandi sangat sempit. Disini juga ada mesin karaoke yang lagu-lagunya update. Ternyata Maratua memiliki perkampungan juga disini, tepatnya desa Bohe Bukut yang artinya dalam bahasa Bajau adalah punggung air. Namun penginapan disini sangat sedikit. Hal ini dikarenakan kalah fasilitas dibanding Derawan yang sudah sangat lengkap. Di Maratua lebih cocok untuk yang mencari keheningan dan ketenangan. Pak Feri tidak menambatkan kapalnya di dermaga melainkan langsung di depan Penginapan. Penginapan tersebut memang tepat berada di pinggir pantai. Setelah menurunkan barang-barang, kami mengingatkan Pak Feri dengan rencana kami di hari kelima dan keenam. Lalu kemudian Pak Feri kembali ke Derawan sendirian. Di penginapan juga disediakan makan malam secara prasmanan. Hal ini bukan tanpa alasan, karena di perkampungan ini, warung makan yang buka hanya ada beberapa dan meskipun buka, ternyata stoknya tidak ada. Setelah menikmati pemandangan sunset dari dermaga, akhirnya kami bergabung makan malam bersama rombongan dari EO Kakaban Trip atau semacamnya. Kami berdiskusi dengan Pak Jahim, mengenai tempat-tempat yang diincar Faiz selama ini di Maratua, dan Pak Jahim mengenalkan kami pada Iwan, seorang petugas pemerintah yang melakukan riset pembangkit listrik tenaga surya di Maratua yang juga mengaku sebagai freediver/spearo di waktu luangnya. Iwan tahu seluk beluk Pulau ini dan dia akan mengantar kami berkeliling Maratua besoknya. Jadilah rencana kami besok untuk menjelajahi daratan Pulau Maratua.

Mas Iwan, Pak Jahim, dan si Anak Pulau
 
Hari Keempat, 13 April 2014. Ekspedisi Darat Pulau Maratua.

Dari beberapa tempat yang kami ajukan, disederhanakan menjadi 3 tempat saja. Danau Haji Buang yang juga danau ubur-ubur tanpa sengat dan banyak Kepiting Kenari di sepanjang jalan kesana terpaksa dilewatkan karena jalannya jauh dan memakan waktu, terutama jika harus disandingkan dengan Goa Haji Mangku. Apalagi Goa Haji Mangku hanya bisa dikunjungi saat-saat tertentu saja, yaitu ketika air laut surut di siang hari dan kesempatan melihat ray of light-nya yang indah. Karena diminta memilih, akhirnya kami sepakat memilih Goa Haji Mangku karena Danau Haji Buang sudah mainstream, hehehe.. tetap saja penasaran (hutang lagi....). Akhirnya target disepakati Kai Daing, Keramba Apung, lalu Goa Haji Mangku. Untuk perjalanan ini, sama sekali tidak menggunakan kapal sewaan Pak Feri, karena lebih banyak lewat darat. Motor Iwan dan Motor Pak Jahim pun dipinjamkan untuk menuju ke Kai Daing. Untuk menuju Goa Haji Mangku, kami menyewa mobil Pick-up. Segera setelah sarapan, motor sudah siap di depan sementara rombongan EO kemarin berpamitan pulang. Noha dan Cempaka naik satu motor, saya dengan Pak Jahim, sedangkan Iwan dengan Faiz. Sampai kami di dermaga Maratua yang menghadap laguna Maratua, kami berjalan meniti dermaga yang pada beberapa bagian sudah berlubang. Di bawah dermaga terlihat air seperti dangkal dengan dasar lumpur yang tidak tahu seberapa dalamnya. Bisa saja lumpur hisap. Di sebuah kapal yang bersandar, Pak Jahim menaiki kapal itu disusul oleh kami. Besar juga kapal itu. Namun Pak Jahim turun lagi ke perahu sampan dan inilah jalan satu-satunya untuk menuju Kai Daing. Akses menuju Kai Daing adalah Goa Kelelawar yang hanya terbuka saat air laut surut. Karena itu kami harus pagi-pagi sekali kesini, karena surut kedua nanti siang, jatahnya untuk ke Goa Haji Mangku. Benar saja, lubang masuk goa itu kecil dan kami harus menunduk kalau tidak mau terbentuk dengan stalagtit. Setelah masuk pintu masuk tersebut, di dalamnya goa makin luas dan memang terlihat beberapa kelelawar tergantung dan sebagian berterbangan sambil mencicit. Makin dalam akhirnya kami sampai seperti suatu pulau di dalam Goa. Setelah menambatkan sampan pada karang, kami perlahan memanjat karang tajam tersebut ke sisi atasnya. Makin ke dalam, goa ini terlihat bersambung dengan aliran di goa kelelawar tadi. Makin ke dalam lagi akhirnya kami menemukan lubang goa yang hanya cukup tiga orang. Di dalam goa ini ada ruangan goa yang sangat luas dan berair lumayan dalam. Kata Pak Jahim, goa ini terhubung dengan laguna Maratua di sisi lain pulau ini, dimana menjadi tempat ikan bersembunyi. Ikan terbesar didalam goa ini adalah ikan kakap merah. Tempat ini spesial, karena saat air pasang, air di dalam goa ini akan dipenuhi oleh ikan-ikan karang berukuran besar.

Saya, Cempaka, dan Noha di dermaga Maratua
Setelah selesai di Kai Daing, Pak Jahim mengundang kami untuk mengunjungi keramba ikan miliknya. Keramba ikan modern ini merupakan sumbangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan untuk usaha kecil dan menengah. Ikan yang dipelihara dijual langsung ke konsumennya yang berupa kapal-kapal ikan dari negeri jiran. Sistemnya jika jumlah ikan siap panen mencukupi, kapal ikan akan datang menjemput ikan-ikan di keramba ini. Saat itu di keramba terlihat ada ikan kerapu macan seukuran 5 kiloan mati mengapung di permukaan keramba. Agar tidak mempengaruhi kesehatan ikan lainnya, bangkai ikan itu dibuang di laut, padahal insangnya masih agak merah (sayang sekali). Selesai mengunjungi keramba, kami bersiap mengemas barang karena kami akan pindah ke Maratua Paradise Resort. Dengan baik hati, Pak Jahim akan mengantarkan barang-barang kami kesana menggunakan motor gerobak miliknya. Kami menyusul dengan berjalan kaki menyusuri pantai menuju resort. Sampai di resort, kami langsung menuju kantor dan mendapat kunci bungalow kami. Noha dan Cempaka di Bungalow Beach Chalet No.1 sedangkan saya dan Faiz di Beach Chalet no.4. Kami bisa saja meminta seorang satu bungalow karena disini menginap dihitung per-kepala bukan per kamar, namun ketersediaan kamar tidak mengizinkan. Selesai menurunkan barang di kamar, kami menuju restoran untuk makan siang pertama kalinya di resort itu. Sistem makannya adalah prasmanan, dimana semua tamu berbaur menjadi satu disini. Tamu-tamu penyelam dari Florida (terlihat dari seragam kaos yang mereka gunakan) sudah duluan disana. Meskipun kelasnya bintang 5, namun "norma" yang berlaku di resort ini adalah dive-resort... ya, bebas. Mau makan pakai baju wetsuit basah, atau belum mandi sekalipun, bebas... ya contohnya mereka itu, pakai wetsuit basah sambil makan siang, padahal bule lho, cuek banget. keren!.
Kerapu mati yang terpaksa dibuang karena sudah menjadi bangkai

Setelah makan siang, rupanya mobil pickup sudah siap mengantar kami. Tanpa banyak persiapan, kami langsung naik di belakang dan mobil mulai menjelajahi Pulau Maratua. Saya teringat sewaktu ke Derawan dulu, sempat singgah ke Maratua karena si skipper punya urusan dengan mertuanya disini. Kami naik dari pantai di bawah meniti tangga dari pohon kelapa naik ke tebing curam setinggi hampir 20 meter. Saya mencoba menebak-nebak di mana saya saat itu, dan akhirnya ketemu. Tempatnya tidak jauh dari Maratua Paradise. Mobil terus melaju melewati hutan-hutan, proyek Bandara di Maratua, desa Payung-Payung, lalu jembatan Teluk Pea yang harmonis dengan alam sekitarnya. Di teluk ini banyak penyu jika sore hari karena didasarnya ditumbuhi rumput laut makanan penyu. Lokasi ini juga bersebelahan dengan Turtle Traffic, yang akan kami eksplorasi esok hari. Beberapa puluh meter dari jembatan, mobil berhenti dan parkir di dekat bangunan semen yang entah untuk apa. Dari sana, kami akan melanjutkan dengan berjalan kaki melalui pinggiran pantai. Jaraknya cukup jauh, mungkin hampir 1 jam kami berjalan kaki. Panas yang terik membuat kami cepat haus. Setelah pinggir pantai, anak kecil yang menjadi penunjuk jalan mengarahkan kami untuk berbelok di undakan karang. Tidak ada tanda-tanda penunjuk arah, jadi kalau tidak bawa guide, dipastikan belokan ini tidak akan terlihat, karena sama saja dengan pinggiran pantai lain di sekitarnya. Berjalan selama 15 menit di daratan yang banyak pandan tajamnya, kami sampai di suatu lubang yang di bawahnya ada airnya. Disinilah tempatnya. Apa? biasa saja, mana goanya? ternyata di bawah permukaan air itu adalah goa vertikal sampai ke dasar kedalaman lebih dari 100 meter. Untuk sampai kesana, sedikit berbelok ke kanan, ada akses masuk ke goa tersebut. Nah disinilah terlihat ray of light cahaya matahari yang menembus air di goa ini sampai di kedalaman yang tidak tentu. Seperti cahaya surga di Goa Jombang, namun ini versi bawah airnya. Airnya dingin dan agak tawar (tetap asin kok), dan karena tidak terlalu asin, daya apung menjadi lebih menurun dibanding air laut. Saya jadi agak takut juga berenang disini terutama airnya yang dalam dan dingin hingga membuat badan menggigil. Namun, Noha, Faiz, dan Iwan dengan asyiknya berenang kesana kemari dan lompat dari atas jalan yang kami lalui sewaktu kami datang. Saya dan Cempaka duduk di pinggir sambil menggigil kedinginan.
Akses naik ke daratan Maratua pada kunjungan tahun 2012

Menjelang sore, keasyikan di Goa Haji Mangku kami akhiri. Jalan pulang yang kami lewati ketika datang sudah dipenuhi oleh air pasang. Mengingat pari bintik biru yang kami temui ketika kami datang, saat ini kami harus waspada dengan rute jalan yang akan kami injak. Disini juga penting membawa drybag apabila membawa barang-barang elektronik tidak tahan air. Saya membawa kamera, satu lensa, handphone, dan botol air mineral di tas Hypergear 15L kuning saya. Noha dan Iwan menitipkan handphone ke tas saya sedangkan Cempaka menitipkan ke tas Eiger merahnya Faiz, karena hanya kami berdua yang membawa drybag. Sampai di Maratua Paradise, kami menghabiskan waktu menikmati kemewahan resort. Kamar mandi luas yang dilengkapi bath tub, air hangat dan kamar ber-AC sudah cukup membuat lelah ini hilang. Tidur siang sebentar, saya bangun lebih dulu pukul 17:00 untuk bersiap mengambil foto-foto slow speed. Faiz yang berencana menerbangkan lagi DJI Phantomnya, mengurungkan niatnya mungkin karena sudah terlalu kelelahan. Kami berkumpul lagi pukul 18:00 untuk makan malam, namun apa yang terjadi?? Makan malam disini pukul 19:30 !!. Ya ampun, akhirnya dengan bekal snack yang ada, kami makan snack tersebut sambil menikmati matahari terbenam. Makan malam pun akhirnya tiba, dan kami makan dengan lahap bersama tamu-tamu penyelam lainnya. Setelah makan malam, kami bersantai di pelantaran, duduk di kursi malas sambil kembali curhat-curhatan, tentang kehidupan, pekerjaan, masa kecil, alah.... hahahaha. Di sebelah kami ada keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan dua anaknya, menikmati alunan barat romantis lagi dari loudspeaker handphonenya. Istrinya pelan-pelan mengikuti bersenandung dan bukan main, merdu suaranya... tak disangka, ibu itu adalah kontestan KDI dari Berau (kata Pak Feri itu juga, kan Pak Feri fans berat KDI). Setelah itu kami istirahat tidur untuk aktivitas snorkeling esok hari. Harus saya akui bahwa pesona wisata di daratan Pulau Maratua memang luar biasa.


Hari Kelima, 14 April 2014. Perkampungan Penyu dan Laguna Tersembunyi Kakaban.

Setelah sarapan, kami bersiap dengan wetsuit yang asal jemur dari hari pertama. Sesuai janjinya, Pak Feri datang pukul 08:00, dan sesuai kesepakatan, Pak Feri juga akan kami sewa mengantar kami pulang ke Tanjung Batu dari sini. Oleh karena itu Pak Feri harus menginap di Pulau Maratua ini. Untungnya di Resort ini, disediakan kamar untuk skipper jika kami membawa boat sendiri. Hari ini kami menyewa boat Pak Feri setengah hari saja, jadi kami akan makan siang disini. Pak Feri akan makan siang di rumah keluarganya di perkampungan sekitar sini. Tujuan hari ini adalah Turtle Traffic, suatu tempat di dekat Teluk Pea desa Payung-Payung, dimana jumlah penyu disini bisa puluhan bahkan ratusan. Selain itu, kami juga akan mengunjungi laguna tersembunyi di Pulau Kakaban.

Penyu di Turtle Traffic
Jarak ke Turtle Traffic dari Maratua Paradise sangat dekat, hanya 15 menit naik boat. Begitu terjun ke air, saya langsung melihat 2 penyu. Makin ke pinggir, makin banyak penyu yang sedang diam tiduran di dasar, menggerogoti karang, berenang hilir mudik, dll. Sangat banyak. Saya mengikuti rombongan besar penyu ke tengah laut, dan ketika sampai di tengah saya menyadari saya terpisah dari rombongan. Sambil memberi isyarat ke Pak Feri di atas kapal, Pak Feri menunjuk posisi teman-teman saya. Saya pun kembali menuju teman-teman saya dan bergerak secara rombongan kembali. Disini koralnya tidak terlalu bagus, tapi ikan-ikannya sama banyak dan bagusnya dengan tempat lainnya di Derawan. Moorish idol, humphead parrotfish, angelfish, batfish, dll banyak terdapat disini, termasuk belut mooray. Namun yang paling menonjol disini dalam sisi jumlah ya penyu. Mayoritas disini adalah penyu hijau, dan dari banyaknya penyu disini kami hanya menemukan satu penyu sisik. Noha berkali-kali mencoba menyelam dan memegang satu penyu disini namun sepertiya sulit karena ukurannya tidak sebesar di Derawan, sehingga mereka bisa berenang dengan lincah. Sampai disini Faiz mengatakan stok memory card untuk Go Pro-nya sudah tinggal kartu terakhir (dia bawa 7 kartu memory), sisa 15 menit. akhirnya sisa memory dialokasikan untuk laguna di Kakaban nanti.


Setelah selesai di Turtle Traffic, tinggal geser sedikit, kurang lebih 15 menit, kami sampai di Pulau Kakaban. Ya ampun, serba dekat!! inilah keuntungan jika mengambil basis penginapan di Maratua, bahkan makan siang bisa kembali ke Resort... Coba kalau Derawan... (hahahaha). Sambil menelusuri pinggiran pulau untuk mencari tanda-tanda goanya, akhirnya goa itu terlihat. Goa yang merupakan pintu keluar masuk air laut di laguna Kakaban mengingatkan saya dengan laguna sejenis di Pulau Sempu, Jawa Timur. Air laut masuk dan keluar melalui Goa ini mengikuti ketinggian air laut saat pasang-surut. Goa ini pendek dan cenderung pipih, dan untuk masuk ke dalam, kami harus merangkak. Karena tidak tahu kedalaman air di dalam goa ini, kami menggunakan galah untuk tes pijakan, dan ternyata tidak ada palung di goa tersebut. Setelah melewati goa tersebut, memang benat, ada laguna di baliknya. Bukan sembarang laguna, namun makhluk laut juga terdapat disini seperti anemon, ikan-ikan dan kerang-kerangan. Juga termasuk lalat hijau akhirnya mendeteksi kami disini dan mulai menyerang. Ternyata akses menuju goa ini akan tertutup saat air laut pasang sehingga kami bisa saja terperangkap kalau terlalu keasyikan di dalam sini. Namun tenang saja, penduduk disini ada yang membuat shelter di atas karang tepat di atas goa ini termasuk akses berupa pijakan tangga di sisi laguna dan tali tangga monyet di sisi luar pulaunya. Jadi kami bisa leluasa berada di sini tanpa takut terjebak air laut pasang. Turtle Traffic dan laguna tersembunyi memang bukan paket standar wisata Derawan jadi harus meng-arrange sendiri perjalanan kesana tanpa EO jika ingin mengunjunginya.

Tepat sebelum tengah hari, kami meminta Pak Feri untuk mengantarkan kami sebentar saja ke dinding koral Kakaban lagi. Pak Feri menyanggupi dan selama setengah jam berikutnya kami melanjutkan eksplorasi dinding Kakaban yang sempat terputus kemarin akibat kaki kram. Kabarnya di bawah sana terdapat kawanan barakuda dan juga hiu martil yang agresif. Oleh karena itu, saat berenang, kami tidak membawa benda-benda yang berkilauan agar tidak memicu serangan. Tepat jam makan siang (tengah hari), Pak Feri mengantar kami kembali ke Resort, sedangkan Pak Feri melanjutkan ke rumah keluarganya. Di siang itu kami mencari ikan Lion Fish yang banyak terdapat di bawah kaki-kaki bangunan restoran Maratua Paradise. Selain itu memberi makan ikan langsung di tangan juga tidak kalah mengasyikan, sedangkan saya melatih kemampuan menahan napas sambil melihat-lihat tingkah laku ikan kodok (frog fish) di dermaga resort ini. Iseng-iseng saya mencoba mengambil foto makro dengan kamera Faiz dan akhirnya berhasil. Lalu kami melanjutkan untuk tidur siang.
Water villa Maratua Paradise Resort

Di sore hari, kami menghabiskan waktu di pelantaran pandang di kompleks Water Villa. Suasana sunset yang romantis, dimana banyak penyu-penyu bersliweran di bawah dan sesekali mengambil napas dengan suara hembusannya yang berat, seberat kata-kata yang sulit terucapkan (jiahhh...curcol). Di belakangnya seekor ikan pinnata batfish mengikuti, entah untuk apa. Pada malam harinya, setelah makan malam, Pak Feri mengajak untuk ikut minum bir bersama teman-teman sesama skipper, namun kami tolak dan kami menawarkan dua botol bir untuk mereka (disini bir hanya dijual untuk pengunjung, tidak untuk pegawai ataupun skipper). Suasana malam ini lebih berangin dan di arah barat terlihat langit berkilat-kilat. Karena cuaca kelihatannya akan hujan, kami kembali ke kamar masing-masing untuk berkemas dan tidur. Malamnya badai menerjang Pulau ini, bungalow terasa bergoyang-goyang tertiup angin. Jemuran wetsuit kami berterbangan. Di malam gelap berangin itu, dengan susah payah saya menemukan kembali jemuran saya, lalu merendamnya di bath tub. Sedangkan Faiz mengingatkan Cempaka dan Noha tentang badai itu agar tidak panik.


Hari Terakhir, 15 April 2014. Selamat Tinggal Pulau Maratua, Selamat Datang Rutinitas.


Bantuan bensin di tengah laut
Pagi itu, sambil mandi pagi saya membersihkan rendaman saya semalam akibat badai. Selesai berkemas, setelah makan pagi kami bersiap di restoran bersama barang bawaan kami untuk check out. Saya membeli dua kaos suvenir. Kami masing-masing diberi satu stiker Maratua Paradise Resort. Karena Cempaka tidak mau stiker itu, saya ambil bagiannya, hehehe. Lumayan satu untuk mobil di rumah (sayangnya malah ditempel Bapak di bemper belakang, bukan di kaca, sial!!! padahal mending buat pintu kamar daripada bemper) dan satu untuk calon mobil nanti (sudah ada stiker ini dan stiker resmi dari Apple). Kami berangkat pukul 09:00 pagi dan diperkirakan tiba di Tanjung Batu pukul 12:00 (Kapal speedboat kecil, maklum). Di tengah perjalanan, kapal Pak Feri kehabisan bensin. Dengan paniknya, Pak Feri menghubungi teman-teman sesama skippernya untuk meminjamkan bensin. Berhasil, dua kapal teman Pak Feri memang sedang lewat situ untuk ke Tanjung Batu. Transaksi pengisian bensing dilakukan di tengah laut, dan ekspresi wajah Pak Feri yang diledek teman-temannya membuat saya ketawa kegelian.


Lalu kapal kami dan dua kapal teman Pak Feri seperti balapan ke Tanjung Batu, tapi tetap kami kalah karena kami bermuatan, sedangkan mereka kosong. Yang baru saya ketahui, ternyata perairan Tanjung Batu juga terpengaruh pasang surut air laut. Saat surut, jalan ke arah Tanjung Batu seperti melewati sebuah labirin dimana kanan dan kiri adalah karang yang muncul karena surut. Sepertinya karang di jalur ini memang diratakan sehingga mirip seperti sungai jalan raya yang lengkap dengan rambu-rambunya. Di dermaga Tanjung Batu, Pak Amin sudah menunggu bersama sopir yang akan mengantar kami ke Bandara Kalimarau. Perjalanan kali ini kami semua tertidur pulas karena kelelahan. Dalam dua hari ke depan saya dan Faiz akan kembali bertugas di lapangan, sedangkan Noha dan Cempaka akan kembali pada rutinitasnya. Penerbangan dari Kalimarau ke Balikpapan sangat tepat waktu, namun di Balikpapan ke Jakarta, pesawat kami di delay hingga pukul 23:00. Kami tiduran di Bandara Sepinggan karena aktivitas disini (cafe, dll) tutup sejak Pukul 21:00. Kami tiba di Jakarta pukul 24:00 dan Noha langsung menuju pool bus Damri untuk bus ke Bekasi, sedangkan saya langsung mengambil Taksi Bluebird ke Bogor (Damri terakhir ke Bogor adalah pukul 22:00), sedangkan Cempaka dan Faiz naik taksi yang lain.


Perjalanan kami selesai saat itu, namun group whatsappnya masih ada hingga sekarang (Juni 2014).
Foto terakhir kami sebelum pulang ke kediaman masing-masing, hari ke-7, pukul 01:00 dini hari di Soetta

Selesai..
-----------------------------------------------------------------------------------

Budget/Itinerary 


Budget/Itinerary berdasarkan biaya aktual yang kami keluarkan disana per-orang dengan mode non-backpacker alias fasilitas budget menengah-atas, bukan musim liburan (hari kerja) atau low season, dan booking pada dua minggu sebelumnya. Harga di bawah bisa saja berubah tergantung kondisi dan perubahan dari penyedia jasa. Budget di bawah berdasarkan pengeluaran pribadi per-orang mulai dari Bandara Kalimarau Tg. Redeb di Berau dan membawa snorkel gear sendiri, belum termasuk oleh-oleh dan air mineral selama disana, selama 6H-5M adalah Rp. 3,055,000.


Itinerary and Budget Derawan No-EO Mid-Class
Waktu Aktivitas Alokasi Biaya Biaya Catatan
Kamis, April 10 2014
11:20 WIB - 15:45 WITA Penerbangan Jakarta - Balikpapan Penerbangan GA Promo V CGK-BPN pp. Tidak ditampilkan Biaya pesawat tergantung maskapai dan musim
16:10 - 17:30 Penerbangan Balikpapan - Berau Tg. Redeb Penerbangan redeem milage Garudamiles BPN-BJW pp. Ada biaya fuel surcharge dan pajak
18:00 - 20:45 Transportasi darat (Tg. Redeb - Tg. Batu) Rental avanza dari Mega Buana homestay pp. 225k Avanza minibus 7 seaters, 450K per mobil satu arah, 900K pp., 
20:45 - 22:00 Makan malam ke-1 Café The Pantai, Seafood Restaurant 35k Sate cumi, nasi putih, sup bening, lemon tea
22:00 - dst. Istirahat Mega Buana Homestay 60k kamar @120K untuk 2 orang
Jumat, April 11 2014
07:00 - 08:00 Sarapan, berkemas, menuju dermaga Mega Buana Homestay Gratis berjalan 800m ke pelabuhan, tapi kalau tidak mau capek ada ojek
09:00 - 10:30 Speedboat ke Pulau Derawan Fibreglass speedboat hari ke-2 75k Speedboat tg.Batu - Derawan 300K satu arah, kapasitas 4-5 orang.
10:30 - 13:00 Explore penginapan Dira & Reza Water Villas 15k Bungalow di atas air untuk 2-3 orang, kamar apung/dermaga, hadap laut
13:00 - 14:00 Makan siang ke-1 April Seafood Restaurant 30k Ikan kakap merah bakar, es teh
14:00 - 16:00 Menjelajahi perairan Derawan Coral Garden & Pulau Gusung Gratis Bonus dari Pak Feri
16:00 - 18:00 Explore penginapan-2
Gratis Daun pisang free atau seikhlasnya. Penyewaan alat snorkeling 50K per set per hari.
18:00 - 19:00 Makan malam ke-2 April Seafood  42k 2 kakap merah bakar ukuran jumbo dan satu baronang raksasa untuk 4 orang. Es jus lemon.
19:00 - dst Istirahat Dira & Reza Water Villas
Sabtu, April 12 2014
07:00 - 09:00 Breakfast and packing Dira & Reza Water Villas Gratis Prasmanan
09:00 - 11:00 Manta Point & Manta Parade Fibreglass speedboat hari ke-3 375k Full tour pulau-pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban, Maratua 1.5M seharian, start dari Derawan
11:00 - 12:30 Pulau Sangalaki & Makan siang ke- 2 April Seafood Restaurant 37,5k Lunch box berisi ikan goreng, aqua gelas, lalapan, sambal, harga 30K per box
12:30 - 15:00 Pulau Kakaban & Kakaban Wall Dive Tiket masuk danau ubur-ubur Kakaban 20k
15:00 - 18:30 Mendarat di Pulau Maratua Homestay di desa Bohe Bukut Nur Aini homestay 175k 350K kamar untuk 2 orang, 
18:00 - 19:00 Makan malam ke-3 Nur Aini homestay 40k Prasmanan gabung sama grup travel
19:00 - Late Istirahat
Minggu, April 13 2014
07:00 - 08:00 Sarapan dan berkemas Nur Aini homestay Gratis prasmanan
08:00 - 10:30 Menuju Lubang Ikan dan keramba Longboat, Speedboat, Motor 50k 200K all in.
10:30 - 11:00 Pindah ke Maratua Paradise Resort, lalu Makan siang ke-3 Maratua Paradise Resort 1,21M 2 malam di kamar Beach Chalet (pantai), 605K per malam per orang, bayar di website/onthespot
11:00 - 15:00 Menjelajah Goa Haji Mangku, Cave freedive Menyewa mobil pick-up 75k biaya sewa 300k per 4 jam
15:00 - dst Menikmati fasilitas Resort dan Makan malam ke-4 Maratua Paradise Resort Gratis
Senin, April 14 2014
07:00 - 08:00 Sarapan Maratua Paradise Resort Gratis prasmanan
08:00 - 12:00 Turtle Traffic, Laguna tersembunyi, dan Kakaban Wall Dive Fibreglass speedboat hari ke-5 150k 600K kapasitas 4 orang, start Maratua
12:00 - Late Menikmati fasilitas Resort, Makan siang ke-4 dan Makan malam ke-5 Maratua Paradise Resort Gratis
Selasa, April 15 2014
07:00 - 08:00 Sarapan dan berkemas Maratua Paradise Resort Gratis Prasmanan
09:00 - 11:00 Maratua - Tg. Batu Fibreglass speedboat hari ke-6 300k 1.2M satu arah dari Pulau Maratua ke Tg. Batu
11:00 - 14:00 Transportasi darat (Tg.Batu - Tg.Redeb) Innova 225k Sudah dibayar di hari pertama
14:00 - 17:00 Makan siang ke-5 Airport Kalimarau 40k Sop tulang, nasi putih dan pulpy
17:00 - 18:00 Penerbangan tg.Redeb - Balikpapan Redeem Mileage Garuda
18:00 - 23:00 Delay, cuaca buruk Airport Sepinggan Jam buka toko bandara sampai 21:00 saja
23:00 WITA - 24:00 WIB Penerbangan Balikpapan - Jakarta Tidak ditampilkan

Cerita sebelumnya mengenai Pulau Derawan dengan mode backpacker alias nge-gembel:

CATATAN PERJALANAN : Backpacker ke Derawan 2012
Penyu Hijau Raksasa Kepulauan Derawan
Surga Terumbu Karang Pulau Sangalaki Kalimantan Timur
Atol Purba Pulau Kakaban