Seminggu di Derawan Part 5 : Maratua on The Road


Setelah sehari sebelumnya hopping islands yang membuat betis dan punggung "menjerit" karena berenang seharian, tadi malam adalah tidur paling nyenyak untuk memulihkan tenaga. Penginapan Nur Aini milik Pak Jahim memang sederhana. Lokasinya di pinggir pantai dan dari belakang memang terlihat masih dalam tahap pembangunan. Namun fasilitas kamar mandi dalam, double bed, AC, dan makan malam/pagi/siang prasmanan memang menjadi fasilitas dasar yang nyaman. Belum lagi dengan mesin karaoke canggihnya yang hanya ada dua di Derawan, yaitu disini dan di Mirroliz Pelangi Derawan. Sayangnya kamar mandi terbilang sempit dan posisi toilet jongkok yang juga sempit serta kasur busa yang cenderung melempem. Namun harganya yang bersahabat dan lokasinya di Maratua bisa menjadi pilihan.
Ray of light Goa Haji Mangku
Di sekitar penginapan ini adalah desa Bohe Bukut (bahasa Bajau yang artinya punggung air/laut). Suasana khas desa nelayan bisa kita rasakan disini, jauh dari hingar-bingar wisata di Pulau Derawan. Aktivitas penduduk di sini masih terbilang asri, tidak bergantung pada wisatawan. Rumah makan yang operasional baru ada satu, sisanya masih dibangun. Mungkin ini alasannya paket menginap di Maratua hampir selalu disediakan makanan oleh penginapannya. Bahkan di dermaga desanya, anak-anak pantai bermain dengan ramainya disini, jarang terlihat wisatawan atau speed boat sewaan hilir mudik. Mereka berenang, memancing, dan melompat dari jembatan. Kami menginap di sana hanya satu malam, sebenarnya karena mengantri menginap di Maratua Paradise Resort. Kami akan pindah besok siangnya.
Anak pantai desa Bohe Bukut yang pemberani melakukan lompatan salto dari tiang kelapa setinggi 6 meter menuju air laut di bawahnya
Pada pagi harinya kami akan menjelajahi obyek menarik namum tersembunyi di Pulau Maratua, yaitu Lubang Ikan (Kai Daing) dan Danau Haji Mangku. Danau Haji Buang yang merupakan danau ubur-ubur seperti di Pulau Kakaban kami lewatkan karena tidak akan sempat karena jaraknya jauh dari tepi jalan. Namun untuk penggantinya, kami diajak ke keramba ikan terapung milik Pak Jahim yang sangat modern. Kami menuju obyek pertama setelah sarapan pagi, yaitu lubang ikan atau kadang disebut Goa Kelelawar. Mas Iwan, Pak Jahim, dan Noha membawa motor (yang ini maunya dia sendiri). Saya dibonceng Pak Jahim, Faiz dibonceng Mas Iwan (seorang spearo yang juga agen pemerintah untuk pembangkit listrik tenaga surya di Maratua), sedangkan Cempaka dibonceng Noha. Motor kami parkirkan di Pintu masuk dermaga ke arah laguna. Perjalanan kami lanjutkan dengan sampan. Sebenarnya airnya tidak dalam, namun berlumpur dan penuh dengan kepiting bakau dan ikan-ikan ramai. Pintu masuk ke lubang ikan melewati mulut goa yang pendek dan kalau telat menunduk, kepala bisa terbentur stalagtit goa. Setelah melewati mulut goa, ruangan di dalam goa luas dan terdapat beberapa kelelawar menggantung dan berterbangan. Mungkin ini alasannya ada yang menyebutnya Goa Kelelawar. Di bawah terlihat bulu babi yang durinya besar namun jarang-jarang.
Melanjutkan perjalanan dengan memanjat batuan karang
Hingga akhirnya kami keluar goa kembali dan terdapat di dalam cekungan besar bukit karang. Kami harus memanjat ke atas dengan berpegangan ke karang dan pohon-pohon yang bisa kami raih. Setelah sampai di atas, terdapat cerukan goa yang dalam lagi dan penuh dengan stalagtit-stalagmit. Menyusuri mulut goa tersebut (tidak masuk), kami akhirnya sampai ke Lubang Ikan. Lubang Ikan sebenarnya adalah aliran goa dasar laut yang tersambung ke sisi lainnya di Pulau ini. Karena kaya dengan makanan (mungkin kotoran kelelawar), banyak ikan-ikan dari ukuran sepanjang jari telunjuk hingga sekitar 1 meter lebih. Kami tidak menemukan ikan di dalam sana saat itu, namun menurut Pak Jahim, ikan terbesar di goa ini adalah red snapper (kakap merah).
Lubang Ikan atau Kai Daing
Lalu kami kembali ke dermaga dan berpindah dari sampan ke perahu speedboat. Kami menuju ujung dermaga dan masuk ke laguna Maratua. Pulau Maratua berbentuk seperti bulan sabit dimana di tengah cekungannya terdapat beberapa pulau. Terlihat Pulau Nabucco dari kejauhan, tampak seperti ada tiga pulau disana. Kami menuju ke keramba yang berisi berbagai macam ikan yang dibudidayakan, seperti kerapu, kakap putih, cumi-cumi dan kakap merah. Ikan ini akan dijual ke luar negeri, dijemput langsung oleh pembelinya jika sudah layak panen. Keramba apung ini dibuat dari bahan plastik dan sangat modern. Kata Pak Jahim, bagan ini adalah sumbangan dari pemerintah (DKP).
Stalagtit-Stalagmit yang hampir bersatu
Setelah selesai di Lubang Ikan, kami kembali ke penginapan dan pindah ke Maratua Paradise Resort. Kami sudah menyewa sebuah kendaraan pickup untuk mengantar kami ke Goa Haji Mangku. Kami akan dijemput setelah makan siang di Resort. Makan pagi/siang/malam disediakan oleh Resort. Dengan membawa kamera dslr, air minum, makanan ringan, dan sunblock, semua dimasukkan ke dalam drybag 15L Hypergear. Disarankan selalu membawa drybag jika menuju Lubang Ikan atau Goa Haji Mangku, terutama jika membawa peralatan elektronik tidak tahan air. Jalan menuju Goa Haji Mangku harus menunggu saat surut jika melalui darat dan saat pasang jika melaui jalur laut (menggunakan sampan). Namun kedalaman air saat surut siang hari adalah yang paling bagus karena akan ada "ray of light" di airnya yang berwarna jernih dan dingin. Goa Haji Mangku merupakan goa dasar laut yang menyambung ke daratan. Sekitar 50 meter kedalamannya. Goa ini mirip dengan Green Canyon di Pangandaran, bedanya airnya asin.
Belut laut yang mencari makan anak kepiting
Saat kembali ke parkir mobil di tepi pantai, jalur yang kami lewati sudah tertutup air pasang. Di sinilah gunanya drybag apalagi jika membawa kamera dslr atau smartphone. Juga disarankan menggunakan booties full heel karena jalur yang dilewati adalah karang tajam yang ditutupi lumut, sehingga rawan terpeleset, juga adanya ikan pari bintik biru yang akan menyengat jika tidak sengaja terinjak atau merasa terancam.
Akhirnya kami sampai di parkiran mobil pick up. Jembatan yang kami lewati banyak disinggahi penyu saat sore hari. Jembatan itu adalah Jembatan Teluk Pea. Mungkin karena letaknya dekat desa Payung-Payung dimana terdapat situs Turtle Traffic. Udara cerah sore itu mudah-mudahan pertanda cuaca baik besoknya karena kami akan kembali ke laut untuk mengunjungi laguna tersembunyi di Pulau Kakaban dan Turtle Traffic itu sendiri.

Gallery